KREATIFITAS TANPA BATAS, UPAYA MASYARAKAT BERDAMAI DENGAN COVID-19
Bagikan Bagikan
KREATIFITAS TANPA
BATAS, UPAYA MASYARAKAT BERDAMAI DENGAN COVID SEMBILAN BELAS (Catatan dari
Proses Pelatihan Pendampingan Program Perhutanan Sosial Paska Izin Gelombang II
Angkatan 2 BDLHK Pekanbaru)
Pepatah bijak Masyarakat Minang Kabau yang telah diterapkan
ratusan tahun lamanya, ternyata masih sangat relevan sampai hari ini. Alam
takambang jadikan guru (bergurulah dari alam yang terbentang luas), bermakna
bergurulah dari alam dengan berbagai fenomena, dinamika, hubungan sebab akibat
dan kecintaan. Berkaca dari proses pembelajaran lapangan yang disampaikan para
peserta Pelatihan Pendampingan Program Perhutanan Sosial Paska Izin Gelombang
II Angkatan 2, memunculkan inspirasi cerdas didalam mengarifi ujian wabah
Covid-19.
Wabah Covid-19 bukan untuk ditangisi dan membuat semangat
ambruk. Kendati banyak dampak atas kejadian ini, dimana pada masa Ramadhan dan
menjelang Idul Fitri merupakan masa-masa panen penghasilan bagi para petani
anggota kelompok. Seperti misalnya daerah tujuan ekowisata yang tersebar dari
Batam, Tanjung Pinang, Kerinci dan Kepahyang yang terkenal dengan keelokan
wilayahnya dan menjadi lokasi kunjungan wisata domestik maupun asing yang
menjadi pundi-pundi untuk sumber penghasilan kelompok dan masyarakat. Namun
saat ini, sepi dan tutup. Kebijakan penanganan Covid yang melarang perjalanan,
menjadi penyebab kegiatan wisata jadi mati suri.
Belum lagi produk-produk hasil hutan bukan kayu seperti Kayu
Manis, Kopi, Coklat, Karet yang turut menjadi korban karena pabrik pengolahan
yang tutup, sistim ditribusi yang tidak berjalan serta banyak toko, cafe, pasar
yang kehilangan pengunjung dan peminatnya. Bagaimana anggota KTH Sungai Telang
dan Sungai Pua di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi yang terkenal sebagai
penghasil Kopi serta Kayu Manis serta ekowisata harus kehilangan sumber mata
pencahariannya karena produk yang tidak terjual. Atau para anggota KPS di
Kabupaten Kepahyang Provinsi Bengkulu yang juga selama ini penghidupannya
sangat ditentukan oleh Kopi, mengalami hal yang sama seperti kawan-kawannya di
Kabupaten Kerinci.
Lain lagi yang dihadapi oleh KTH Harapan Sukses di Kota
Batam dengan obyek ekowisata andalan Puncak Beliung, yang biasanya banyak
dikunjungi wisatawan mancanegara dari Singapura saat ini juga harus tutup.
Dampaknya adalah penghasilan dari kegiatan ekowisata menjadi terputus. Setali
tiga uang hal ini juga terjadi di KTH Sumber Rezeki Tanjung Pinang.
Apakah kehidupan menjadi berhenti karena Covid-19 ini?
Ternyata tidak! Justru menjadi tantangan bagi kelompok untuk menemukan jalan
keluar serta kreasi baru. Banyak inspirasi cerdas yang muncul untuk mulai
berdamai dengan keadaan, salah satunya adalah mengembangkan alternatif sumber
penghidupan baru.
Indri Khairiyah, Pendamping KT. Harapan Sukses yang berasal
dari KPHL Unit II Batam menyampaikan
bahwa saat ini kelompok mulai memaksimalkan pengelolaan tanaman Belimbing yang
sudah ditanam sebelumnya di lokasi ini. Saat ini kelompok dalam satu bulan
kedepan akan mulai panen Belimbing dan akan diolah menjadi aneka produk seperti
jus, sirup, dodol dan aneka olahan lainnya. Dimana Belimbing merupakan salah
satu buah-buahan yang sangat kaya dengan vitamin C sehingga bisa memperkuat
ketehanan tubuh dan imun untuk menghadapi Virus Covid-19. Sehingga walaupun pendapatan dari ekowisata
tidak ada, produk olahan Belimbing ini diharapkan akan mampu untuk menjadi
pendapatan alternatif.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Urip Azhari dari KTH
Gunung Pua Kerinci yang lebih memilih strategi memanfaatkan produk lokal
seperti beras, sayur-sayuran yang dihasilkan untuk pemenuhan kebutuhan lokal,
dari pada dijual. Karena saat ini Kopi dan Kayu Manis harganya turun dan susah
untuk menjualnya. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar di kampung, maka
pengeluaran untuk konsumsi bisa ditekan. Karena hampir semua kebutuhannya
tersedia di kampung, mereka hanya membeli apa yang tidak dihasilkan seperti
minyak goreng, garam juga gula.
Lalu bagaimana cara bertahan di Bengkulu? Suyanto ketua KTH
Daya Robusta menyampaikan walaupun saat ini harga Kopi yang rendah, karena pasar
tutup dan produksi menurun akibat musim kemarau. Namun kelompok tidak berputus
asa, saat ini anggota melakukan upaya pemuliaan tanaman kopi dengan jalan
melakukan penyambungan “stek pucuk” dengan Kopi unggul. Dengan harapan kedepan
akan meningkatan kualitas dan kuantitas produk Kopi. Untuk kebutuhan harian
saat ini, kelompok mencoba melakukan penanaman tanaman bawah tegakan seperti
Jahe, cabe dan aneka sayur-sayuran.
COVID-19, bukan sesuatu yang harus ditakuti dan dihindari.
Namun harus dilawan dengan kreatifitas tanpa batas agar masyarakat bisa
beradaptasi dengan keadaan dan memanfaatkannya sebagai peluang untuk
pengembangan usaha kelompok. Pelatihan ini menjadi media untuk saling belajar
antar peserta dari berbagai Provinsi terkait dengan strategi-strategi cerdas
kelompok didalam menghadapi Covid-19. Mereka tidak kalah dan berpangku tangan,
namun belajar dari alam yang terbentang luas. Memanfaatkan potensi yang ada
disekitarnya untuk menjadi pemenang dimasa datang. Tinggal bagaimana paska
pelatihan komunikasi, penguatan kapasitas teknis serta suntikan semangat serta
dukungan para pihak menjadi salah satu kunci untuk implementasinya. Dan...
pepatah lama tetap relevan, “tiada rotan, akarpun jadi”.
(Catatan Kecil Akang rakhmat dari sudut pantau Pelatihan Pendampingan Program Perhutanan
Sosial Paska Izin Gelombang II Angkatan 2 BDLHK-Pekanbaru, 09-05-20).